Entah
kenapa, aku suka memandangi hujan, bagiku hujan adalah sebuah kenanganku.
Karena hujan aku dapat berkenalan dengan kakak kelasku, yang selama ini populer
di sekolah. Usai eksul, aku lihat langit sangat mendung. Aku memaksakan diri
untuk pulang, dan benar dugaan ku tak berapa lama hujan pun turun. Aku segera
berlari ke halte untuk berteduh. “hmm, pasti Nina sama Chika udah dirumah
nonton tv sambil minum Milo” gumamku dalam hati. Saat aku sedang melamunkan
suasana dirumah, tiba tiba seorang cowok datang untuk berteduh. Ia melihatku,
dan sepertinya aku kenal dengannya.
“Hay” sapanya padaku. Aku hanya membalas sapaanya dengan senyum. Tiba tiba ia
melanjutkan perkataanya “Aku sangat suka dengan hujan, karena bagiku hujan
menyimpan seribu misteri, bagaimana denganmu?”. “Aku?, ya aku memang suka
hujan, terkadang aku juga tidak menyukainya, karena bisa mengganggu jadwalku”
jelasku panjang lebar. “Iya, memang pendapat orang berbeda-beda” katanya.
“ya,ya,ya” jawabku. “oya, namaku Dicky, kamu?” tanyanya mengkagetkanku. “Aku
Kiky” jawabku. “Pulang bareng?” tanyanya lagi. “Hujan-hujan begini?” tanyaku
balik. “Iya” jawabnya dan segera lari ke tengah jalan sambil menikmati hujan.
Aku pun segera mengikutinya. Dan hari ini aku pulang bareng kakak kelasku
sendiri sambil hujan-hujan.
“Keren juga tu kakak kelasku” gumamku dalam hati. Saat aku sedang membayangkan
wajah kakak kelasku. Kakakku datang mengkagetkanku. “Hayoooo, ngelamunin
siapa?” tanya kak Ratu. “Idiih, sukanya bikin kaget aja, gakok” jawabku. “Degk,
kakak pinjem headphonennya dong” kata kak Ratu dengan wajah sok imutnya. “Idih
kakak, headphone kakak kemana?” tanyaku. “Dipinjem cowok kakak” jawabnya
santai. “Gabisa, mau aku pake habis ini, udah sana balik ke kamar” kataku
dengan sewot. “Iya deh” kata kak Ratu. Setelah itu kak Ratu segera meninggalkan
ku dikamar. “Salah sendiri headphone dikasih ke cowoknya, kalau udah di sakitin
baru tau rasa tu” gumamku. Aku segera bangun dari tempat tidur dan menyalakan
laptop untuk menulis di blogku tentang yang aku alami tadi.
Keesokan paginya di sekolah. “Yang udah jarang banget hang out sama kita” kata
sii Chika mengkagetkanku. “Iya, iya sorry, tapi minggu ini aku bakal hang out
sama kalian semua” jawabku. “Bukannya udah ada janjian sama kakak kelas kita
yah? Sii Dicky” sambung Nina. “Idihh, gakok.. tenang aja” jawabku. Kami terus
mengobrol sampai tak terasa bel masuk berbunyi. Akhirnya kami segera duduk di
tempat masing-masing dan memulai pelajaran pertama. Saat pelajaran aku merasa
ganyaman, aku merasa Stefan memerhatikanku. Tak terasa pelajaran pun usai. Hari
ini kami pulang pagi. Di karenakan semua guru ada seminar.
“Pulang bareng yuk” ajak Dicky. “Gausah deh, aku mau hang out sama Chika ma Nina”
jawabku sambil tersenyum ke arah Dicky. “Ouh, yaudah, hati-hati yah” kata Dicky
sambil meninggalkanku. Aku, Nina, dan Chika segera menuju Saboten untuk WiFi.an
sekalian nongkrong disana. “Eh, ntar anterin aku ke Gramedia yah” ajak Chika.
“Oke deh” jawabku dan Nina kompak. Saat aku, Nina, dan Chika sedang asyik
update di twitter, HP ku berbunyi. Aku membukanya, dan ternyata itu sms dari
Dicky. “Kiikyy ntar sore jam 16.00 WIB aku tunggu di taman biasa”. Aku segera
membalasnya “Oke”. “Hey, Dicky ngajak aku ketemuan di taman biasa ntar jam
16.00 WIB.” Kataku. “Ouh, yaudah sekarang ke Gramedia aja” ajak Chika. Akhirnya
kami segera ke Gramedia.
Kami pun sampai di gramedia. “Bentar yah, aku ke toilet bentar” kata Nina.
“Ouh, oke oke” jawab Chika dan Aku. Ternyata Nina ke kamar mandi untuk menelfon
Stefan dan memberi tau kalau ntar sore jam 16.00 WIB aku ketemuan sama Dicky.
“Udah, cari bukunya?” tanya Nina. “Udah kok, nie” kata Chika sambil menunjukan
buku yang ia cari. “Kamu udah Ki?” tanya Chika. “Udah kok” jawabku. “Buku
apa.an?” tanya Nina. “Buku Chicken soup for the soul Love Stories” jawabku.
Akhirnya kami menuju kasir dan membayar buku yang kami beli. Setelah itu kami
pun pulang.
Aku sampai di rumah pukul 15.30 WIB. Aku segera menuju kamar mandi dan mandi
tentunya, usai mandi aku segera ganti baju dan berangkat menemui Dicky di
taman. Saat perjalanan kesana aku merasa Deg-deg.an untuk ketemu Dicky. Dan
akhirnya aku sampai juga di tempat tujuan. Aku pun segera menyebrang karena tadi
aku lihat jalan sangat sepi, saat aku menyebrang ada mobil yang melaju dengan
kecepatan penuh dan hampir menabrak ku. Tetapi, ada Stefan yang mendorongku ke
ujung jalan. Dan akhirnya Stefan lah yang tertabrak. Aku segera mendekati
Stefan. “Stef, kenapa kamu selamatin aku? Harusnya aku, bukan kamu yang
ketabrak” kataku. “Aku sayang sama kamu, aku gamau kamu yang tertabrak” jawab
Stefan dengan suara makin melemah. Saat aku menangis, Dicky datang
menghampiriku. Kami pun segera membawa Stefan ke Rumah Sakit.
Akhirnya kami sampai di Rumah Sakit. Stefan segera ditangani Dokter. Aku
menunggu di ruang tunggu bersama Dicky. Tak ada hentinya aku menangis. “Udah,
gausah nangis, semua ini udah takdir” kata Dicky sambil memeluk ku. “Tapi, aku
merasa bersalah sama Stefan” Jawabku yang masih terus menangis. Beberapa saat
dokter pun muncul. “Siapa keluarga Stefan?” tanya Dokter itu. “Saya temannya
Dok” jawabku. “Silahkan masuk” kata Dokter itu. Tanpa basa-basi lagi aku dan
Dicky segera masuk ke kamar Stefan. “Stef” kataku lemah dan masih menangis.
Dicky hanya mengikutiku dari belakang. “Stef, aku disini, please sadar” kataku
dengan air mata yang terus menetes. “Kiky” kata Stefan lemah. “Iya Stef, aku
disini” jawabku. Dicky hanya diam dan duduk disebelahku. “Aku sayang sama kamu”
kata Stefan. “Iya, aku juga, aku janji bakal jaga kamu sampai kapanpun, aku
selalu ada di sini buat kamu” jawabku, walau hatiku masih terasa sakit, karena
aku sayang sama Dicky, bukan dengan Stefan. Setelah aku mengucapkan perkataan
itu, aku melihat Dicky yang sangat kecewa tentang keputusanku itu. Ia segera
keluar, tetapi aku juga gabisa meninggalkan Stefan sendiri.
Akhirnya Stefan tertidur juga. Aku meninggalkan Stefan dan menemui Dicky di
ruang tunggu. Tetapi aku tidak menemukan Dicky disana, aku lihat diluar sedang
hujan, dan benar dugaanku. Dicky hujan-hujan disana. Tanpa basa-basi lagi, aku
segera menghampiri Dicky. “Dicky” kataku lemah. “Mau apa? Belum puas nyakitin
hati aku?” tanya Dicky tanpa melihat wajahku sama sekali. “Dicky, dengerin
dulu, aku lakuin ini semua..” belum selesai aku jawab Dicky memotong
pembicaraanku. “Karena kamu sayang kan sama Stefan, kamu ganyadar apa?, selama
ini aku perhatian sama kamu, karena aku sayang sama kamu” kata Dicky. Aku
sangat kaget dengan ucapan Dicky. “Dicky, dengerin aku, tatap mata aku” kataku
dengan membentak Dicky. Dicky melihat mataku. “Kamu inget pertama kita ketemu?
Kita hujan-hujan kayak gini. Kamu inget kan kenangan yang kita ciptain dulu?
Kamu masih inget semuannya kan?” kataku dan masih menangis. “Aku inget
semuanya, Hujan ini yang nyatuin kita, Hujan ini yang buat kita semakin deket”
kata Dicky sambil berjalan menghampiriku. “Aku juga sayang sama kamu Dick, aku
lakuin ini semua karna cuma ingin bahagian Stefan aja. Hatiku Cuma buat kamu
Dick” kataku dengan lemah. Dicky segera memeluk ku. “Aku yakin Dick, kasih
sayang kita, yang nantinya bakal nyatuin kita. Tapi, untuk saat ini, aku masih
belum bisa. Kita jalanin semua kayak gini dulu Dick, aku harap kamu ngertiin
aku” kataku dan segera melepas pelukan Dicky. Dicky hanya diam. Aku pun segera
meninggalkan Dicky dan masuk ke Rumah Sakit dalam keadaan basah kuyup.
Saat aku menunggu di ruang tunggu. Aku menelfon kak Ratu. “Halo kak” kataku
masih dalam isak tangis. “Iya adek, kenapa?” tanya kak Ratu. “Bisa bawain aku
baju gakak?, aku tunggu di RSU DR. Soetomo” kataku. “Iya, kakak segera kesana,
tunggu ya dek” kata kak Ratu dan mematikan telfonnya. saat aku menunggu, Dicky
datang dengan keadaan basah kuyup dan duduk di sebelahku. Aku hanya terdiam.
Dicky berbisik “Aku sayang kamu, aku ingin kamu bahagia meski hatiku ngerasa
sakit, aku tunggu kamu sampai kapanpun” bisik Dicky. Air mataku yang tadi sudah
tak menetes lagi, kini mulai menetes lagi. Setelah Dicky berbicara seperti itu,
ia pergi begitu saja meninggalkanku. Setelah beberapa menit, kak Ratu datang.
Aku segere ke kamar mandi untuk ganti baju. Usai itu, aku menyuruh kak Ratu
pulang, karna aku tau kak Ratu bener-bener capek hari ini. Akhirnya kak Ratu
menuruti semua omonganku.
Aku segera ke kamar Stefan dan menjaganya. “Ki” kata Stefan lemah. “Ia, Stef?”
tanyaku. “Aku mau kamu bahagia” kata-kata Stefan yang membuatku teringat dengan
Dicky. “Aku udah bahagia Stef, disini, sayang sama kamu itu udah membuat aku
bahagia” jawabku panjang lebar. Stefan hanya tersenyum mendengar jawaban itu.
“Stef, aku ke kamar mandi dulu yah” kataku. “Ia” jawab Stefan. Aku segera
keluar, dan menuju ke kamar mandi. Aku menangis karena sudah membohongi
perasaanku sendiri. Aku gamau larut dalam kesedihan terlalu lama. Aku harus
menerima kenyataan dan ini yang harus aku jalani saat ini. Aku mengusap air
mataku dan kembali kamar Stefan,
Tak terasa 2 minggu sudah Stefan di Rumah Sakit. Hari ini ia boleh pulang.
“Kik, aku mau kamu jadian sama Dicky” kata Stefan mnegkagetkanku. “Stef, kok
ngomong gitu? Kamu gasayang sama aku?” tanyaku. “Justru karna aku sayang sama
kamu, aku mau kamu bahagia” jawab Stefan. “Stef, dulu aku memang gaada rasa
sama sekali sama kamu, tapi, setelah kejadian itu, aku coba sayank sama kamu.
Aku coba terima semuanya” jelasku panjang lebar. Stefan bisa mengerti keadaanku
sekarang. Karna stefan sudah di jemput keluarganya, aku segera pulang.
Di kamar aku membuka laptop dan mambuka email ku. Ada 1 email masuk. Dan
ternyata itu email dari Dicky. Aku segera membukanya. Isinya seperti ini..
Subject : Maafin aku.
Hai, apa kabar Kiky? Setelah kejadian itu, aku bisa menerima keaadan dan aku
belajar menerima keaadan itu dari kamu. Jujur aku sangat takut kehilangan kamu.
Maafin aku gabisa berpamitan langsung ke kamu, karna aku tau, kamu sibuk dengan
Stefan, aku gamau ganggu kamu. 2 hari setelah kejadian itu, aku terpaksa pindah
ke Australia, karena Papa dan Mamaku pindah bertugas ke sana. Maafin aku ya.
Aku bakal tetep sayang sama kamu.
With Love :
Dicky M Prsetya :)
Setelah aku membaca email dari Dicky. Aku menyesal, karena belum sempat ketemu
sama Dicky untuk yang terakhir kalinya. Air mataku pun mulai menetes. Dan
akhirnya, aku harus terima keadaan kalau Dicky, memang bukan buatku. Aku hanya
bisa menyimpan kenanganku dengan Dicky di Hujan dan tentunya di Hatiku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar